MENGUNJUNGI TEMPAT-TEMPAT BERSEJARAH DI MAJALENGKA
Setelah berkeliling di kota Majalengka, kini saatnya Mang Nanang mengunjungi beberapa tempat bersejarah di luar kota Majalengka
Situ Sangiang dan Makam Sunan Parung
Situ Sangiang terletak di Desa Sangiang, Kecamatan
Banjaran berada di kawasan
Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), tepatnya pada posisi 06° 56’ 39,6” LS dan 108° 20’ 22,1” BT. Lokasi ini berada di sebelah tenggara kota
Majalengka berjarak sekitar 27 km. Di objek Situ Sangiang selain terdapat situ
(danau) juga terdapat makam yang dikeramatkan. Objek ini berada pada kawasan
hutan wisata yang luasnya sekitar 107 ha plus 19,7 ha luas danau. Objek
wisata Situ Sangiang dibuka
sejak tahun 1998, dikelola oleh TNGC (Taman Nasional Gunung
Ciremai) dan KOMPEPAR (kelompok penggerak pariwisata) Desa Sangiang.
Jalan menuju lokasi objek wisata bisa melalui gerbang yang terdapat di sebelah selatan
atau melalui lapangan parkir yang berada di sebelah barat daya. Jalan menuju
lokasi diperkeras dengan
pavingblock yang lebarnya antara 2 – 3 m. Setelah melewati loket pembayaran,
jalan lurus ke arah utara melalui gerbang. Setelah memasuki gerbang ke-2, di
tengah jalan terdapat batu berdiri tinggi 37 cm lebar 20 cm. Selanjutnya
melalui jalan sedikit berkelok sejauh sekitar 50 m terdapat percabangan jalan.
Jalan ke kiri (barat) menuju ke makam keramat sedangkan yang lurus menuju
Situ Sangiang. Makam tersebut merupakan
makam Sunan Parung.
Jalan
menuju makam Sunan Parung melewati gerbang kemudian sedikit menaiki jalan
undakan yang pada sisi kanan dan kiri dilengkapi pagar/pegangan besi. Hingga di
halaman atas akan melewati gerbang yang bentuknya seperti rumah kecil. Makam
berada pada lahan di halaman yang lebih tinggi lagi, tepatnya berada pada
posisi 06° 56’ 36,78” LS dan 108° 20’ 22,29” BT. Makam dilengkapi bangunan
cungkup permanen dengan pintu masuk berada di sisi selatan, timur, dan utara.
Pintu-pintu tersebut masing-masing diapit dua jendela. Bagian atas baik pintu
maupun jendela berbentuk melengkung. Pada sudut bangunan dan pada kanan-kiri
pintu masuk terdapat pilaster berbentuk persegi. Lantai cungkup dilapis ubin
keramik berwarna putih.
Jirat
makam berbentuk berundak tiga tingkat. Undakan paling bawah berukuran 180 x 60
cm semakin ke atas makin kecil. Undakan paling atas terbuat dari kayu. Pada
keempat sudut jirat kayu terdapat hiasan semacam sayap mengembang. Nisan juga
terbuat dari kayu berbentuk dasar pipih persegi, bagian puncak berbentuk
akulade. Di sebelah selatan jirat terdapat bagian lantai yang dibiarkan
terbuka. Para peziarah biasanya mengambil sedikit tanah di lantai yang
dibiarkan terbuka tersebut untuk kepentingan bercocok tanam, dengan harapan
agar berhasil. Di sebelah timur laut makam Sunan Parung terdapat Situ Sangiang. Di situ ini terdapat ikan
mas dan lele yang menurut masyarakat setempat dipercaya sebagai penjelmaan
prajurit Talaga Manggung.
Museum
Talaga Manggung
Museum
Talaga Manggung berada di Desa Talaga Wetan, Kecamatan Talaga. Museum berdiri
berdiri tahun 1991 yang sebelumnya disebut sebagai bumi alit. Museum yang dikelola oleh Yayasan
Talaga Manggung ini didirikan dalam upaya melestarikan dan menitikberatkan pada
keamanan barang peninggalan sejarah dari Kerajaan Talagamanggung yang tinggal
sedikit agar bisa dikelola dengan baik. Pada tahun 1993 dilakukan pemugaran.
Lokasi museum berada di sisi sebelah timur jalan yang menghubungkan
Talaga dengan Cikijing. Secara geografis berada pada posisi 06 59’ 06,25” LS
dan 108 18’ 40,63” BT pada ketinggian 634 m dpl. Di depan museum terdapat
halaman yang ditumbuhi beberapa tumbuhan langka. Bangunan menghadap ke arah
barat. Di halaman depan museum sisi utara terdapat batu bulat panjang
berdiameter sekitar 20 cm dan panjang 2,70 m. Batu diletakkan dalam posisi
rebah. Pada sisi selatan terdapat lempengan batu persegi empat berukuran
panjang sekitar 3 meter, lebar sekitar 40 cm, dan tebal sekitar 15 cm. Selain
itu juga terdapat dua batu bulat.
Di
dalam bangunan museum, benda-benda arkeologis ditempatkan di dua ruangan yaitu
ruangan sayap utara dan selatan. Di ruangan sayap utara merupakan tempat
penyimpanan benda-benda yang kebanyakan dari bahan logam seperti gamelan
perunggu, meriam perunggu dalam berbagai ukuran, tombak, dan rompi besi. Di
ruangan ini juga tersimpan beberapa batu bulat. Pada ruangan sayap selatan
tersimpan beberapa tombak, barang-barang porselin yang terdiri piring, mangkuk,
sendok, buli-buli, botol, vas, teko, poci, dan tempayan; barang-barang logam
yaitu sendok, uang kepeng, genta pendeta, piala zodiak, kendi, pecahan gamelan,
keris, dan beberapa lempengan rompi besi; benda tanah liat bakar berupa
kemuncak bangunan; serta beberapa peti kayu berukir.
Makam Pangeran
Muhamad
Makam Pangeran Muhamad terletak di tengah
persawahan di daerah perbukitan berjarak sekitar 3 km dari pusat kota
Majalengka. Makam ini termasuk makam yang banyak dikunjungi para peziarah.
Secara administratif terletak dikampung Cicurug, desa Cicurug kecamatan
Majalengka. Lokasi ini relatif mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat dan
roda dua melalui jalan beraspal yang sudah mencapainya. Secara geografis terletak pada
dikoordinat 6051’08”
LS dan 108013’52” BT.
Pada tahun sekitar
1480-an Sunan Gunung Jati mengutus pangeran Muhamad menyebarkan agama Islam di
Majalengka. Kemampuan Pangeran Muhamad dalam hal ke-Islaman cukup mendalam,
telah menjadikan penyebaran agama Islam semakin lancar. Pada awal tahun 1500-an
Pangeran Muhamad memperistri Siti Armilah seorang putri pemuka agama Islam di
Sindang Kasih. Siti Armilah membantu suaminya menyebarkan ajaran agama Islam.
Perkawinan Pangeran Muhamad dengan Siti Armilah dikaruniai seorang putra
bernama Pangeran Santri. Pangran Santri inilah yang kemudian menikah dengan Ratu Pucuk Umun dari kerajaan
Sumedang Larang. Pangeran Muhamad meninggal pada tahun 1546 dan dimakamkan di
tempat ini. Versi lain kendatangan Pangeran Muhamad ke Majalengka adalah untuk
mencari pohon maja yang akan dijadikan obat di Cirebon.
Makam Pangeran Muhamad
menempati areal seluas sekitar 4150 m2. Areal ini terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu halaman parkir,
halaman yang berisi makam-makam juru kunci, dan makam Pangeran Muhamad. Makam
Pangeran Muhamad terletak di bagian paling belakang atau paling utara. Makam
ditempatkan dalam satu cungkup permanen berukuran 5 x 6 m, berlantai keramik
putih, beratap genting. Makam ditandai dengan adanya jirat dan dua nisan yang
terletak di bagian utara dan selatan jirat. Jirat makam ini berupa bangunan
berdenah segi empat berteras tiga. Jirat dibuat dari bahan permanen dengan
permukaan dilapisi keramik. Nisan dibuat dari batu pipih dengan bentuk dasar
segi empat dan pada bagian atas berbentuk undakan yang diakhiri bentuk rata
pada bagian atasnya. Makam ditutupi dengan
kelambu berwarna putih yang disangga empat tiang besi.
Petilasan Prabu
Siliwangi
Petilasan Prabu Siliwangi terletak di Kampung Pajajar,
Desa Pajajar Kecamatan Rajagaluh. Secara geografis terletak
pada posisi 6°49’38” LS dan 108°20’30” BT. Prabu Siliwangi dianggap sebagai Raja
Pajajaran terbesar oleh masyarakat Sunda. Kerajaan tersebut berdiri pada masa
klasik atau masa Hindu/Buddha. Masyarakat Rajagaluh percaya bahwa Prabu
Siliwangi pernah berkunjung ke tempat ini .
Petilasan Prabu Siliwangi relatif mudah
dijangkau dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Jarak situs dari Kota
Majalengka sekitar 15 km. Sebelum
mencapai situs, pengunjung melewati permukiman Kampung Pajajar. Situs yang
tidak ubahnya seperti taman ini dilengkapi dengan areal parkir yang cukup
memadai. Lingkungan situs yang masih terjaga keaslian dan keasriannya ini masih
dipenuhi oleh pepohonan yang lebat. Fauna seperti monyet liar masih bisa
dijumpai di lokasi ini. Di dalam areal seluas ekitar 5 ha ini terdapat 7 mata
air dengan air yang sangat jernih. Tiap mata air mempunyai kegunaan yang
berbeda. Untuk berbagai kepentingan, peziarah sering mendatangi lokasi ini.
Selain ke tujuh mata air
tersebut, terdapat tinggalan batu alam yang sering diziarahi. Batu tersebut
berukuran cukup besar dan terletak di dalam cungkup. Di dalam cungkup tersebut
terdapat juga ruang untuk beribadah. Di bagian lain terdapat menhir yang terletak di dalam cungkup. Menhir
tersebut selau ditutupi dengan kain putih. Di samping itu, terdapat selubung
berwarna kuning yang disangga empat tiang pipa besi. Di depan menhir terdapat
tempat membakar kemenyan. Menhir ini merupakan objek yang banyak dikunjungi,
tertutama para peziarah. Selain itu, di lokasi ini terdapat kolam yang cukup
besar dan berair jernih.
Petilasan ini tidak
berdiri sendiri, di sebelah barat petilasan terdapat objek purbakala yang masih
kurang mendapat perhatian. Di daerah yang termasuk wilayah Desa Indrakila
terdapat bukit kecil yang ditumbuhi tanaman keras. Pada bagian ini terdapat
beberapa batu alam yang berukuran cukup besar. Pada bagian puncaknya terdapat
tegak batu tegak berukuran kecil. Tempat ini dikeramatkan oleh masyarakat
sekitar. Hal dapat dimaklumi mengingat tokoh Prabu Siliwangi adalah Raja
Pajajaran yang besar, dihormati dan sangat disegani oleh masyarakat di tatar
Sunda (Jawa Barat).
Giri
Madani
Giri Madani secara administratif termasuk di wilayah
Dusun Sabtu, Desa Kulur Kecamatan Majalengka. Kawasan ini merupakan hutan
memanjang arah utara – selatan yang berada di sebelah tenggara desa. Secara
geografis berada pada posisi 6°51’30,86” LS dan 108°15’35,65” BT. Di sebelah timur terdapat aliran sungai Cideres,
sedangkan sebelah barat merupakan area persawahan.
Pada bagian selatan
merupakan kompleks makam umum. Pada makam tersebut terdapat dua makam yang
dikeramatkan yaitu makam Eyang Tirta Napak Sancang dan Eyang Beureum. Kedua
makam ini berada di dalam bangunan cungkup baru. Di sebelah utara kompleks
makam, setelah melewati jalan berjenjang terdapat bukit kecil. Pada puncak
bukit tersebut terdapat tiga batu besar tidak beraturan berjajar arah utara –
selatan yang di sekitarnya terdapat beberapa batu lebih kecil. Batu besar
bagian terpanjang sekitar 2,5 m sedang bagian terlebar sekitar 2 m tebal/tinggi
sekitar 1,5 m. Di antara batu-batu terdapat nisan berbentuk pipih, pada bagian
atas rata.
Menurut keterangan Achmad, juru kunci Giri Madani, di
lokasi dahulu akan didirikan Keraton Cirebon. Karena tempatnya kurang memenuhi
syarat maka tidak jadi. Masyarakat sampai sekarang masih mengkeramatkan lokasi
ini. Masyarakat yang akan mengadakan hajatan melakukan upacara (haturan) ke makam Eyang Tirta yang juga
disebut Syech Nurkotip. Sedangkan Eyang Beureum adalah kuwu pertama di desa itu
yang bernama asli Raden Pacin.
Demikian jalan-jalan ke Majalengka, lain kali ke tempat lain
Label: Majalengka2
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda