Sisi Lain
PENINGGALAN MASA KEJAYAAN ISLAM
Catatan: Nanang Saptono
Posisi geografis kawasan nusantara di antara dua benua dan dua samudra menjadikan kawasan strategis untuk berinteraksi khususnya melalui perdagangan. Perdagangan interinsuler berkembang pesat di kawasan ini. Dampak lain dari komunikasi internasional ini adalah masuknya pengaruh tradisi besar ke kawasan nusantara. Pada sekitar abad ke-1 – 5 M Hindu-Buddha (India) memasuki kawasan ini yang kemudian disusul Islam pada abad ke-7 – 13 M. Tradisi Hindu-Buddha membawa perubahan pada aspek religi. Masyarakat yang semula merupakan pendukung tradisi megalitik menjadi penganut agama Hindu-Buddha. Pada awal abad ke-1 H atau sekitar abad ke-7 M, kawasan nusantara mulai mendapat sentuhan tradisi Islam melalui saluran perdagangan.
Di Jawa, sosialisasi Islam secara intensif baru berlangsung ketika pusat kekuatan politik Hindu-Buddha seperti Majapahit di Jawa Timur dan Kerajaan Sunda di Jawa Barat berakhir yang kemudian digantikan Kesultanan Demak di Jawa Tengah serta Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon di Jawa Barat. Beberapa sumber sejarah menyatakan bahwa antara Kesultanan Demak, Cirebon, dan Banten terdapat keterkaitan baik secara historis maupun genealogis.
Sejarah Singkat Cirebon
Sejarah Cirebon dimulai dari kampung Kebon Pesisir, pada tahun 1445 dipimpin oleh Ki Danusela. Perkampungan itu mengalami perkembangan, selanjutnya muncul perkampungan baru yaitu Caruban Larang dengan pemimpinnya bernama H. Abdullah Iman atau Pangeran Cakrabuwana. Caruban Larang terus berkembang dan pada tahun 1479 sudah disebut sebagai Nagari Cerbon yang dipimpin oleh Tumenggung Syarif Hidayatullah bergelar Susuhunan Jati. Susuhunan Jati meninggal pada tahun 1568 dan digantikan oleh Pangeran Emas yang bergelar Panembahan Ratu. Pada tahun 1649 Pangeran Karim yang bergelar Panembahan Girilaya, menggantikan Panembahan Ratu. Panembahan Girilaya wafat pada tahun 1666, untuk sementara Pangeran Wangsakerta diangkat sebagai Susuhunan Cirebon dengan gelar Panembahan Toh Pati. Tahun 1677 Cirebon terbagi, Pangeran Martawijaya dinobatkan sebagai Sultan Sepuh bergelar Sultan Raja Syamsuddin, Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Anom bergelar Sultan Muhammad Badriddin. Sultan Sepuh menempati Kraton Pakungwati dan Sultan Anom membangun kraton di bekas rumah Pangeran Cakrabuwana. Sedangkan Sultan Cerbon berkedudukan sebagai wakil Sultan Sepuh. Hingga sekarang ini di Cirebon dikenal terdapat tiga sultan yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Sultan Cirebon. Keberadaan ketiga sultan juga ditandai dengan adanya keraton yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan. Di luar ketiga kesultanan tersebut terdapat satu keraton yang terlepas dari perhatian. Keraton tersebut adalah Keraton Gebang.
Menelusuri Cirebon dan kawasan pantai utara Jawa Barat memang akan banyak menjumpai tinggalan yang berkaitan dengan sejarah Cirebon dan islamisasi Jawa Barat. Beberapa bangunan sudah banyak dikenal masyarakat seperti Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, Taman Sunyaragi, serta kompleks makam Gunung Sembung dan Gunung Jati. Di luar peninggalan itu masih banyak objek lain yang selama ini kurang diperhatikan masyarakat.
Keraton Gebang
Keraton Gebang terdapat di Dusun Krapyak, Desa Babakan Kulon, Kecamatan Babakan. Pada tahun 1689, wilayah Gebang ditetapkan sebagai daerah protektorat kompeni yang meliputi daerah pantai Cirebon di utara hingga Cijulang di selatan serta sebelah barat berbatasan dengan Kesultanan Cirebon dan sebelah timur dengan Kesultanan Mataram. Pangeran Sutajaya diberi hak untuk memerintah wilayah-wilayah atau suku-suku di daerah Kepangeranan Gebang.
Pangeran Sutajaya adalah putra Aria Wirasuta, cucu Pangeran Paserean, cicit Susuhunan Gunung Jati. Keraton Gebang didirikan oleh Pangeran Sutajaya sebagai pusat pemerintahan Gebang dan juga difungsikan untuk gudang logistik Kesultanan Mataram dalam rangka penyerbuan ke Batavia. Jan Pieterzoon Coen mengetahui hal ini kemudian mengirim pasukan untuk menghancurkannya.
Setelah peristiwa ini, Pangeran Sutajaya menikahkan putrinya yang bernama Ratu Agung dengan Pangeran Sujatmaningrat atau Pangeran Pengantin dari Kesultanan Kanoman. Pada tahun 1860 Pangeran Sujatmaningrat mendirikan keraton baru sebagai pengganti keraton yang dihancurkan oleh Belanda yang hingga sekarang masih berdiri dan disebut dengan Keraton Gebang.
Kompleks Keraton Gebang berada pada lahan di sebelah utara jalan kampung. Jalan masuk utama berada di bagian tengah sisi selatan dilengkapi bangunan gerbang beratap genting. Jalan masuk lainnya berada di sebelah timur jalan masuk utama. Bagian halaman depan terbagi dua, bagian timur merupakan bagian memanjang dari depan ke belakang. Halaman depan bagian barat terbagi lagi dalam dua bagian yaitu depan dan belakang. Halaman depan barat bagian depan cenderung terbuka tanpa ada bangunan. Pada pembatas halaman barat depan dan belakang terdapat bangunan panggung yang dihias dengan gunungan dan wadasan di kanan dan kirinya. Di depan (selatan) bangunan panggung ini terdapat patung gajah berwarna putih. Di samping kanan dan kiri bangunan panggung terdapat jalan memasuki halaman bagian dalam. Di kanan dan kiri masing-masing jalan masuk terdapat taman dengan motif wadasan.
Di sebelah barat bagian halaman ini terdapat halaman yang merupakan bagian dari halaman depan sisi barat. Pada bagian ini, terdapat bangunan mushala kecil. Di sebelah barat sedikit ke utara bangunan mushala terdapat bangunan dengan atap berbentuk pelana. Bangunan ini terdiri tiga ruangan. Ruangan paling selatan merupakan kamar mandi dengan bak mandi dari bahan keramik berbentuk bundar. Ruang tengah difungsikan untuk menyimpan becak dan pedati kuna serta beberapa tiang untuk panji dan bendera. Ruangan paling utara merupakan tempat makam dua anggota keluarga. Makam tersebut berjirat persegi, agak tinggi dari bahan batu. Nisan berbentuk pipih bergaya “Demak – Troloyo”.
Bangunan utama Keraton Gebang bergaya Indisch Empire, berdiri pada batur yang ditinggikan berada di tengah halaman bagian dalam. Gaya bangunan merupakan perpaduan antara arsitektur lokal dan Eropa. Bagian keraton paling depan merupakan serambi terbuka, terdapat pilar bergaya tuscan sebanyak 8 buah. Pilar bagian depan berjajar sebanyak 6 buah. Pada ujung barat dan timur (sudut barat daya dan tenggara) masing-masing terdiri satu pilar yang menyatu dengan kolom dinding, sedang pada bagian tengah terdapat dua kelompok pilar masing-masing terdiri dua pilar. Pada sudut barat laut dan timur laut serambi terdapat kamar. Pada sudut tenggara kamar di sebelah barat dan sudut barat daya kamar sebelah timur terdapat pilar bergaya tuscan.
Pintu masuk ke ruang utama terdapat pada bagian di antara dua kamar serambi, diapit jendela. Di belakang pintu masuk terdapat rana berukir krawangan motif relung-relungan dan pinggir awan. Pintu masuk ini menuju ruang tengah. Di kanan dan kiri ruang tengah terdapat kamar masing-masing terdiri dua ruangan. Ruang serambi belakang, pada ujung kanan dan kiri terdapat semacam kamar atau gudang. Di sebelah utara kamar bagian barat terdapat sumur dan kamar mandi.
Keramat Plangon
Cirebon juga dikenal dengan tokoh-tokoh penyebar Islam yang kemudian makamnya dikeramatkan. Di Desa Babakan, Kecamatan Sumber pada bukit kecil terdapat kompleks makam Plangon. Di kompleks makam ini tokoh utama yang dimakamkan adalah Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan.
Konon diceritakan pada abad ke-14 Raja Sulaeman bin Hud Al-Baghdad dari Kerajaan Baghdad, Iraq berputrakan Syech Syarif Abdurachman (Pangeran Panjunan), Syech Syarif Abdurachim (Pangeran Kejaksan), Syech Sayarif Kahfi, dan Syarifah Baghdad. Mereka melakukan perjalanan penyebaran Agama Islam hingga sampai di Cirebon. Sesampainya di suatu bukit yang dinamakan Giri Toba (Plangon) mengadakan rapat di puncak (Puser Giri Toba). Rapat memutuskan agar melakukan penyebaran agama Islam hingga ke Luar Batang, Demak, Kuningan, Darmayan, Kerajaan Galuh dan lain-lain tempat.
Syech Syarif Abdurachim menetap di kampung yang sekarang dikenal dengan nama Kejaksan. Beliau memangku jabatan sebagai Jaksa I atau Lurah sehingga dikenal dengan Pangeran Kejaksan. Pada tanggal 27 Rajab beliau wafat kemudian di makamkan di Plangon. Sedangkan Syech Syarif Abdurachman semasa hidupnya tinggal di Panjunan sehingga disebut Pangeran Panjunan. Beliau wafat pada tanggal 2 Syawal dan dimakamkan di Plangon berhadapan dengan Pangeran Kejaksan. Sepeninggal Pangeran Kejaksan dan Pangeran Panjunan maka pada tanggal 27 Rajab dan 2 Syawal makam tersebut banyak dikunjungi oleh keluarga baik dari Kejaksan maupun Panjunan serta masyarakat luas dengan tujuan berziarah sebagai tepung tahun.
Untuk memasuki kompleks Keramat Plangon, dari jalan raya melalui gerbang yang berada di barat laut. Selanjutnya melalui jalan berundak dan berkelok hingga di puncak bukit. Di sepanjang jalan berundak dapat disaksikan kera liar yang jinak. Konon kera-kera tersebut adalah peliharaan Pangeran Panjunan. Bagian puncak bukit merupakan tanah datar, dilengkapi berbagai bangunan fasilitas seperti pendapa dan kamar kecil. Bangunan cungkup makam berada di bagian utara halaman menghadap ke selatan, merupakan semacam bangunan berundak ke belakang terdiri tiga bagian.
Jalan masuk menuju halaman pertama terdapat di sisi selatan berupa dua jalan berundak masing-masing terdiri 7 undakan. Jalan masuk pertama berada di bagian tengah dan jalan masuk lainnya berada di sebelah timur jalan masuk pertama. Talud pada bagian bawah dari bata tidak dilepa. Talud di sisi kiri (selatan) jalan masuk pertama terbagi dalam 6 panil yang masing-masing dipisahkan pilaster bata. Talud di antara jalan masuk pertama dan kedua terbagi dalam 3 panel dan di sebelah kanan (timur) jalan masuk kedua terbagi 2 panel. Pada setiap panil terdapat hiasan tempel piring porselain. Puncak talud dibentuk melengkung, pada setiap ujungnya dihias kemuncak. Pembatas antara halaman pertama dan kedua juga berupa dinding talud.
Memasuki halaman kedua melewati jalan berundak yang juga terdiri dua buah. Kedua jalan masuk ini posisinya lurus dengan tangga masuk ke halaman pertama. Talud pembatas halaman pertama dan kedua bentuknya sama dengan talud halaman pertama. Pada bagian barat dan timur terdapat semacam bangunan gardu jaga. Dari halaman kedua selanjutnya memasuki cungkup makam keramat. Posisi cungkup agak ke bagian timur. Bangunan cungkup terdiri bagian teras dan ruang utama. Pintu masuk cungkup terdiri satu pintu terletak di tengah. Pada kanan kirinya terdapat pilar semu yang dihias tempelan piring keramik Eropa. Piring-piring tersebut makin ke atas makin kecil. Piring bagian bawah paling besar dengan warna hijau, bagian tengah berwarna coklat dan bagian atas berwarna kebiruan. Atap ruang utama cungkup berbentuk tajug sedangkan atap serambi cungkup berbentuk panggang pe. Di dalam ruang utama cungkup terdapat dua makam. Sebelah barat merupakan makam Pangeran Panjunan (Syech Abdurachman) dan sebelah timur adalah makam Pangeran Kejaksan (Syech Abdurachim). Penanda kedua makam ini baik jirat maupun nisan terbuat dari batu andesit berbagai bentuk dan ukuran.
Keramat Syech Magelung Sakti
Di Cirebon dikenal tokoh penyebar Islam Syech Magelung Sakti. Beliau dalam mengajarkan ajaran Islam dengan sistem pendidikan di padepokan. Petilasan padepokan Syech Magelung Sakti berada di Kampung Karang, Desa Karang Kendal, Kecamatan Kapetakan. Lokasi ini berada di perkampungan penduduk, agak masuk dari jalan raya yang menghubungkan Cirebon – Indramayu.
Kompleks Keramat Syech Magelung Sakti berada tepat pada ujung pertigaan jalan kampung, menghadap ke arah selatan. Tepat di depan jalan masuk menuju kompleks keramat merupakan jalan kampung yang membentang arah selatan – utara. Bagian depan kompleks keramat merupakan pemakaman umum. Gerbang masuk ke kompleks keramat dilengkapi bangunan terbuka beratap susun dua berbentuk limas. Selanjutnya melalui jalan selebar sekitar 2 m di antara kuburan umum, menuju ke gerbang masuk kedua yang merupakan gerbang ke kompleks utama keramat. Gerbang masuk kedua berbentuk paduraksa beratap genting, dilengkapi dua daun pintu. Di belakang gerbang (bagian dalam) terdapat rana tembok bata. Bagian atas berbentuk melengkung tingginya sekitar 3 m. Pada ujung kanan dan kiri rana terdapat semacam kemuncak.
Pada halaman dalam bagian timur terdapat deretan bangunan di sisi timur dan barat. Deretan bangunan sisi timur, pada ujung selatan merupakan bangunan Depok Karang Kendal. Di sebelah utara bangunan ini terdapat Balai Keramat. Bentuk bangunan merupakan bangunan terbuka beratap genteng. Lantai bangunan dari papan merupakan lantai tinggi untuk tempat duduk. Di sebelah utara sedikit ke arah barat Balai Keramat terdapat bangunan masjid peninggalan Syech Magelung. Di sebelah selatan masjid, di depan Balai Keramat, terdapat bangunan menghadap ke arah selatan, berdinding kayu beratap sirap tempat Padasan Keramat.
Di antara deretan bangunan Depok Kroya, Depok Pegagan, dan makam Ki Gede Tersana terdapat jalan masuk menuju halaman sebelah barat. Pada halaman ini terdapat cungkup makam Syech Magelung Sakti. Bangunan cungkup terdiri beberapa bagian yang semuanya berada pada halaman berpagar tembok. Atap bangunan dari bahan sirap. Jalan masuk ke dalam cungkup terletak di sisi selatan berupa gerbang paduraksa dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu. Ukuran gerbang sangat sempit dan pendek. Ruangan pertama di dalam cungkup berupa ruangan luas semacam pendapa. Di sebelah timur ruangan terdapat mushala.
Kompleks Buyut Trusmi
Buyut Trusmi adalah anak pertama Raja Pajajaran (Prabu Siliwangi) penyebar ajaran Islam di Cirebon yang wafat pada tahun 1559. Kompleks Buyut Trusmi merupakan tempat peziarahan yang dibangun pada tahun 1481, terdapat di Kampung Dalem, Kelurahan Trusmi Wetan, Kecamatan Weru. Jalan masuk ke kompleks melalui Gapura Kulon dan Gapura Wetan keduanya berbentuk gapura bentar. Daun pintu terbuat dari kayu berukir dengan ragam hias pola flora dan fauna (ular). Di balik gerbang pada sebelah kanan dan kiri terdapat tempat air keramik.
Setelah melewati gerbang terdapat tembok penghalang yang disebut Kuta Hijab berfungsi sebagai aling-aling atau tirai untuk menghalangi pandangan. Bidang aling-aling dihiasi dengan pola geografis. Halaman dalam kompleks Buyut Trusmi terbagi dua bagian. Halaman dalam bagian selatan terdapat bangunan masjid dan beberapa bangunan lainnya sedangkan di bagian utara merupakan tempat bangunan makam Buyut Trusmi.
Setelah melewati gerbang baik yang ada di timur maupun barat akan sampai di halaman sebelah selatan. Apabila masuk melalui Gapura Kulon, di sebelah kiri (utara) terdapat bangunan pendopo. Bangunan yang menghadap ke timur ini berbentuk persegi panjang berlantai tegel, beratap rumbia ditunjang tiang kayu berfungsi sebagai ruang rapat. Di sebelah timur pendopo terdapat bangunan pekemitan menghadap ke barat berfungsi sebagai tempat tinggal juru kunci (kemit). Seluruh bangunan menggunakan bahan kayu kecuali lantai dari tegel. Dinding berupa jeruji kayu dan atap dari bahan rumbia.
Di sebelah timur masjid pada sisi selatan terdapat bangunan witana. Nama itu berasal dari kata wiwit ana yang berarti permulaan ada. Konon bangunan ini didirikan oleh Pangeran Walasungsang sebagai tempat mengajarkan agama Islam. Di sebelah timur witana terdapat pekulahan, yaitu bangunan tempat mandi dan bersuci. Di sebelah timur sedikit ke utara pekulahan merupakan pintu masuk bagian timur atau Gapura Wetan.
Di sebelah utara witana terdapat beberapa bangunan yang saling berhubungan. Di bagian paling timur dekat dengan Gapura Wetan terdapat Jinem Wetan yang di depannya terdapat bangunan Jinem Kulon. Kedua bangunan berfungsi sebagai tempat istirahat para pengunjung yang datang berziarah. Kata jinem berarti siji kang nenem, satu dari yang enam. Maknanya adalah salah satu dari rukun iman yang terdiri dari enam hal.
Di sebelah utara antara Jinem Kulon dan Jinem Wetan terdapat paseban. Bangunan terbuka tanpa dinding ini menghadap ke utara. Fungsi bangunan adalah sebagai tempat menerima tamu dan untuk bermusyawarah.
Untuk memasuki halaman sebelah utara terdapat dua jalan masuk. Jalan masuk utama terdapat di sebelah utara masjid sedangkan jalan masuk kedua berada di sebelah utara pendopo. Di halaman sebelah utara terdapat cungkup makam Buyut Trusmi. Cungkup tidak setiap hari dibuka sehingga hanya orang tertentu yang dapat melihat makam. Bangunan cungkup berdinding tembok bata. Pintu berada di selatan berukuran sangat sempit dan pendek sehingga para penziarah yang masuk akan menundukkan kepala tanda menghormat. Di depan cungkup terdapat teras penziarahan beratap sirap.
Di kompleks makam ini pada waktu-waktu tertentu dilakukan upacara. Pada setiap tanggal 25 bulan Maulud dilakukan upacara ganti welit (atap yang terbuat dari anyaman daun kelapa). Pada upacara ini dilakukan tahlilan. Atap yang terbuat dari sirap juga diganti secara berkala. Setiap 4 tahun sekali upacara penggantian sirap dilakukan. Dalam upacara ini dimeriahkan dengan pertunjukan wayang Kulit dan Terbang.
Penutup
Masih banyak tempat-tempat penting di Cirebon yang merupakan peninggalan dari masa kejayaan Islam. Objek tersebut antara lain Balong Tuk di Kampung Tuk, Desa Tuk, Kecamatan Kedawung. Kompleks makam Nyi Mas Ratu Ayu Gandasari di Pangurangan, Kecamatan Arjawinangun dan beberapa petilasan yang ada kaitannya dengan penyebaran agama Islam di Cirebon.
Label: leaflet
1 Komentar:
mantap kang ditunggu tentang situs-situs sejarah di kuningan ya kang..
21 September 2015 pukul 02.49
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda