Yang membaca sungguh-sungguh, janganlah hanya dilihat. Dengarkan lalu resapkan petuah lalu ikuti (Sewaka Darma) Bila ingin tahu tentang telaga, bertanyalah kepada angsa. Bila ingin tahu tentang hutan, bertanyalah kepada gajah. Bila ingin tahu tentang laut, bertanyalah kepada ikan. Bila ingin tahu tentang bunga, bertanyalah kepada kumbang (Sanghyang Siksakanda ng Karesian). Bila ingin tahu tentang kehebatan KARUHUN kunjungi terus www.arkeologisunda.blogspot.com

22 Maret, 2009

Ada masyarakat prasejarah sebelum kedatangan para pendiri candi

TRANSFORMASI BUDAYA DI SITUS CANDI BOJONGMENJE


Oleh

Nanang Saptono


Disampaikan pada:

Pertemuan Ilmiah Arkeologi X
IKATAN AHLI ARKEOLOGI INDONESIA

Yogyakarta, 26 – 30 September 2005



Seputar Penemuan
Candi Bojongmenje ditemukan kembali pada tanggal 18 Agustus 2002. Bapak Ahmad Muhammad ketika sedang meratakan tanah gundukan yang ada di areal makam Kampung Bojongmenje mendapatkan batu. Karena penasaran, pada tanggal 19 Agustus 2002 bersama teman-temannya yang berjumlah 12 orang melanjutkan penggalian hingga menemukan tatanan batu yang merupakan runtuhan bangunan candi. Berdasarkan penemuannya ini mereka melapor ke pihak berwenang antara lain Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat, Balai Arkeologi Bandung, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung. Menindaklanjuti laporan itu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat dan Balai Arkeologi Bandung pada tanggal 20 Agustus 2002 melakukan peninjauan.

Berdasarkan hasil peninjauan dapat diketahui bahwa lokasi situs Bojongmenje di sebelah selatan jalan raya Rancaekek, pada komplek kuburan yang terletak di antara pabrik-pabrik, secara administratif berada di wilayah Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Secara geografis berada pada posisi 650’47” LS dan 10748’02” BT (berdasarkan peta topografi daerah Sumedang lembar 4522-II). Bangunan candi berada pada bagian barat laut lahan. Tanah di mana terdapat struktur bangunan candi sedikit menggunduk dengan ketinggian sekitar 1,5 m dari permukaan tanah sekitar. Pada puncak gundukan tanah tersebut terdapat pohon bungur. Menindaklanjuti penemuan ini kemudian dilakukan ekskavasi penyelamatan.

Dilihat dari sisi kepurbakalaan, Jawa Barat bila dibandingkan dengan Jawa Tengah, Jawa Timur, atau Sumatera merupakan kawasan yang miskin candi. Penemuan candi di Bojongmenje dapat dikatakan penemuan yang sangat signifikan. Di kawasan Rancaekek selama ini belum ada laporan atau temuan mengenai adanya Candi Bojongmenje. Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie (ROD) 1914 (Laporan Dinas Purbakala Hindia-Belanda tahun 1914) yang disusun oleh N.J. Krom belum memuat adanya objek purbakala di sekitar Rancaekek. Dalam laporan itu dimuat adanya runtuhan candi di Tenjolaya, Cicalengka. Unsur bangunan candi yang dilaporkan antara lain patung bergaya Polinesia, kala, patung Durga, dan beberapa balok-balok batu. Selain itu di daerah Cibodas pernah juga dilaporkan adanya temuan patung Çiva-Mahãdewa. Di Cibeeut ditemukan patung Ganeça. Pleyte pada tahun 1909 pernah melaporkan bahwa di Desa Citaman, 200 m sebelah utara Stasiun KA Nagreg, terdapat objek purbakala yang oleh masyarakat setempat disebut pamujan. Di situs ini pernah ditemukan patung Durga. Berkaitan dengan Candi Bojongmenje, dalam kajian ini akan dibahas mengenai seputar kehadiran Hindu di situs Bojongmenje.


Gambaran Lokasi
Kawasan Situs Bojongmenje dilihat dari aspek geomorfologi secara umum merupakan pedataran bergelombang dengan ketinggian antara 620 hingga 1700 m di atas permukaan laut. Situs Bojongmenje berada pada ketinggian sekitar 675 m di atas permukaan laut. Dataran rendah berada di bagian selatan dan barat, sedangkan bagian utara dan timur merupakan perbukitan. Bukit-bukit tersebut antara lain G. Bukitjarian (1282 m), G. Iwiriwir, Pr. Sumbul (949 m), G. Kareumbi, G. Kerenceng (1736 m), G. Pangukusan (1165 m), Pr. Sodok, Pr. Panglimanan, Pr. Dangusmelati, Pr. Serewen (1278 m), G. Buyung, dan beberapa puncak lainnya (berdasarkan peta topografi daerah Sumedang lembar 4522-II).

Dataran rendah di mana situs berada dialiri beberapa sungai. Sungai-sungai tersebut bermata air dari kawasan pegunungan di sebelah utara dan timur. Di kawasan paling barat mengalir Sungai Cikeruh. Ke arah timur berturut-turut terdapat aliran sungai Cikijing, Cimande, dan Citarik. Sungai Cikijing dan Cimande bersatu dengan Citarik. Sungai Cimande yang mengalir di dekat situs, di sebelah timur situs bermula dari arah selatan ke utara kemudian berbelok ke arah barat. Di sebelah barat laut situs sungai ini kemudian berbelok lagi ke arah selatan.


Hasil Ekskavasi
Pembukaan kotak ekskavasi di situs Bojongmenje dilakukan dengan teknik spit, yaitu menggali tanah secara arbitrer dengan interval ketebalan 20 cm. Ekskavasi yang telah dilakukan berhasil membuka 21 kotak gali dan sebuah lubang uji. Pembukaan kotak gali, pada umumnya mencapai kedalaman spit 6 atau sekitar 150 cm. Ekskavasi pada 21 kotak gali tersebut telah menampakkan sisa struktur candi bagian kaki. Struktur kaki candi sisi barat (sebagian telah digali masyarakat setempat) yang tersisa terdiri 5 hingga 7 lapis batu. Bagian sudut barat daya terlihat melesak.

Struktur kaki sisi utara tidak dapat ditampakkan secara keseluruhan karena berada dekat sekali dengan tembok pabrik. Beberapa batu runtuhan berada di bawah pondasi pagar tembok pabrik. Sudut timur laut tidak dapat ditampakkan sama sekali karena berada tepat di bawah pagar tembok pabrik.
Struktur sisi timur ditemukan dalam keadaan tidak lengkap. Beberapa batu ditemukan dalam keadaan terpotong akibat aktivitas penduduk membuat lubang galian kuburan. Sudut tenggara dapat ditampakkan secara penuh. Beberapa batu bagian ini juga rusak akibat galian kuburan. Struktur sisi selatan keadaannya relatif utuh dalam arti tidak rusak akibat penggalian untuk kuburan.

Secara umum ekskavasi telah menampakkan denah candi berbentuk bujur sangkar berukuran sekitar 6 X 6 m, bila diukur pada bagian ojief (bingkai padma, sisi genta) dan sekitar 7,5 X 7,5 m bila diukur pada batu paling bawah. Bahan utama yang dipergunakan adalah batuan volkanik, meskipun pada beberapa kotak gali ditemukan bata. Batu kulit hanya terdiri satu lapis. Batu isian berupa batu-batu polos tidak dibentuk. Kebanyakan batu isian berbentuk panjang disusun secara melintang (berpotongan dengan struktur sisi).

Bata ditemukan dibeberapa kotak gali. Ukuran bata berkisar antara tebal 9 cm, lebar 20 cm, dan panjang 40 cm. Pada akhir spit, yaitu dimana terdapat batu pondasi bangunan candi, tanah di sekitarnya diperkeras dengan pecahan bata dan kerikil. Pada setiap kotak gali, penggalian pada kedalaman sekitar 1 m terganggu oleh resapan air tanah yang cukup deras. Sehingga pada setiap penggalian harus selalu berpacu dengan cepatnya genangan air.

Dilihat dari pola stratigrafi, bagian candi telah beberapa kali mengalami penimbunan karena proses sedimentasi. Dari kotak gali yang berada di sudut barat laut terlihat bahwa lapisan tanah paling atas merupakan tanah urug berwarna coklat kemerahan banyak mengandung akar. Di bawah lapisan ini terdapat lapisan tanah berwarna coklat kemerahan dengan tekstur halus sampai kasar padu, akar sedikit berkurang. Pada lapisan ini sampah modern seperti plastik dijumpai secara selaras. Di bawahnya terdapat lapisan tanah tipis berwarna kehitaman sedikit akar. Pada lapisan ini sampah modern masih dijumpai. Di bawah lapisan ini tanah berwarna kecoklatan banyak diselingi material candi. Lapisan paling bawah sedikit mengandung pasir/kerikil atau pecahan bata. Lapisan paling bawah merupakan permukaan tanah pada waktu candi masih dipergunakan.

Di kotak gali pada sudut barat daya keadaannya sedikit berbeda. Kotak ini dapat dijadikan sampel stratigrafi bagian selatan. Lapisan paling atas berupa tanah coklat kemerahan banyak mengandung akar. Di bawahnya adalah lempung kehitaman masih mengandung akar. Selanjutnya lempung hitam kecoklatan yang menyambung dengan tanah mengandung pasir/kerikil atau pecahan bata. Stratigrafi yang terlihat, menunjukkan bahwa tertimbunnya bangunan Candi Bojongmenje belum berlangsung lama. Sampah modern banyak yang ditemukan berada di bawah level batu candi (bagian ojief).


Temuan Penting
Temuan penting antara lain berupa sejenis wadah berbentuk kotak dari bahan batuan tufa. Wadah tersebut berukuran 12 X 11 cm dengan ketebalan 5,5 cm. Pada bagian penampang datar terdapat lubang berbentuk segi empat berukuran 8 X 8,5 cm. Benda ini ditemukan di sisi timur. Di tempat ini pula ditemukan batu bagian ojief yang menyudut. Batu tersebut merupakan suatu indikator bagian tangga/pintu masuk. Dengan demikian wadah berbentuk kotak, posisinya berada di bawah jalan/tangga masuk.

Pada sisi timur bagian utara, di kedalaman sekitar 105 cm ditemukan batu berhias medalion. Secara keseluruhan berukuran panjang 50 cm, lebar 39 cm, dan tebal 12 cm. Pada sisi selatan, terdapat batu struktur yang sudah terlepas. Pada sisi batu tersebut terdapat profil bingkai padma dalam ukuran kecil. Diperkirakan batu ini merupakan unsur bagian atas bangunan candi. Di sisi barat, pada kedalaman sekitar 100 cm ditemukan batu yang salah satu sisinya terdapat dua cekungan berbentuk setengah lingkaran berjajar. Batu tersebut berukuran panjang 75 cm, lebar 28 cm, tebal 18 cm, diameter pahatan 21 cm dan 22 cm.

Temuan penting juga ditemukan ketika dilakukan penggalian fondasi pagar pengaman. Pada sisi timur berjarak sekitar 3 m dari sisi timur candi, di kedalaman sekitar 75 cm ditemukan fragmen yoni dan batu kemuncak. Fragmen yoni dalam keadaan pecah sedikit bagian atas. Bagian cerat tidak ditemukan lagi karena patah. Batu kemuncak pada bagian atas persegi delapan, bagian bawah cembung. Fragmen yoni dan batu kemuncak dari bahan batu tufaan sedikit rapuh.

Unsur kelengkapan bangunan candi lainnya ditemukan ketika konservasi. Di sebelah timur bangunan candi terdapat struktur lantai dari bahan bata. Denah keseluruhan belum dapat diketahui karena sebagian berada di bawah pagar pabrik (sisi utara). Selain itu juga karena sudah ada bagian yang rusak akibat aktivitas pemakaman. Pada waktu kegiatan konservasi ini juga ditemukan fragmen arca nandi bagian kepala sisi kanan. Fragmen nandi itu memperlihatkan daun telinga pendek (kecil), tanduk hanya berupa tonjolan kecil. Pada leher terdapat untaian kalung manik-manik. Penampilan arca nandi seakan-akan menggambarkan sapi masih muda. Temuan penting lainnya adalah antefik bagian sudut bangunan. Antefik tersebut digambarkan polos tanpa ragam hias.


Temuan Artefak Sebagai Indikator Adanya Transformasi Budaya
Candi Bojongmenje yang ditemukan di Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek berada dalam kawasan budaya klasik cukup kuat. Beberapa tinggalan arkeologis dari masa klasik antara lain ditemukan di Tenjolaya berupa arca Durga. Di Cibodas pernah dilaporkan adanya temuan arca Siwa Mahadewa. Di Cibeeut pernah ditemukan Ganesa. Di Citaman terdapat arca Durga. Di Leles, Garut terdapat Candi Cangkuang. Beberapa tinggalan masa klasik yang terkonsentrasi di kawasan ini menunjukkan bahwa pada zamannya, kawasan ini merupakan pusat peradaban klasik yang cukup tinggi.

Kehadiran peradaban klasik di kawasan ini, khususnya di situs Candi Bojongmenje tampaknya tidak secara serta-merta. Kehadirannya tidak berada pada ruang kosong tetapi pada kawasan yang telah dihuni pendukung budaya sebelumnya. Indikator adanya peradaban yang mendahuluinya adalah beberapa artefak berupa alat serpih obsidian dan pecahan tembikar. Kedua jenis artefak ini ditemukan baik di sekitar candi maupun di tubuh candi.

Temuan yang berada di dalam tubuh candi terdapat di kotak U5T3 pada spit 5, kotak U5T4 pada spit 3, kotak U3T4 pada spit 2,3, dan 4, serta kotak U4T5 pada spit 5. Artefak yang berada di dalam tubuh candi ini diperkirakan terdeposisi ketika aktifitas mengurug bagian tubuh candi dengan tanah. Di atas tanah urugan ini kemudian baru ditutup dengan batu isian, baru kemudian lantai candi.

Artefak yang ditemukan di luar bangunan candi terdapat di kotak U2T1 pada spit 5 dan 6; kotak U2T2 pada spit 5 dan 6; kotak U2T3 pada spit 5; kotak U3T1 pada spit 7; kotak U5T1 pada spit 5; kotak U6T1 pada spit 6, 7, dan 8; serta kotak U4T5 pada spit 5. Dengan demikian artefak alat serpih obsidian dan fragmen tembikar terkonsentrasi di bagian barat candi atau di sisi belakang. Secara vertikal, kebanyakan ditemukan pada spit 5 hingga 8. Kedalam seperti itu berada pada sekitar batas bawah kaki candi atau pada lantai halaman.

Fragmen tembikar yang ditemukan pada umumnya polos, namun dijumpai juga tembikar berhias pola garis-garis. Pada bagian luar ada yang dilapisi slip tipis. Bahan pada umumnya bertemper pasir halus. Beberapa fragmen terlihat ada jejak pemakaian berupa jelaga. Artefak berupa alat serpih obsidian cenderung dikaitkan dengan masa bercocok tanam. Sedangkan tembikar, meskipun sudah dikenal sejak maa bercocok tanam namun masih memerlukan analisis lebih lanjut untuk memastikan penjamanannya. Berdasarkan konteksnya ada yang ditemukan bersamaan dengan alat serpih obsidian maka dapat diduga bahwa tembikar yang ditemukan di situs Candi Bojong Menje berasal sejak dari masa bercocok tanam ada pula yang dari masa klasik. Dengan demikian dapat ditarik suatu hipotesis bahwa sebelum kedatangan peradaban klasik di lokasi tersebut, sudah ada kelompok masyarakat yang mendiaminya. Kedatangan peradaban baru ini sangat berpengaruh pada terjadinya transformasi budaya.

Label:

2 Komentar:

Anonymous yussar mengatakan...

pake putu2 dunk kang ... supaya kita bisa mengikuti perkembangan yg ada

2 September 2009 pukul 21.33

 
Blogger Arkeologi Sunda mengatakan...

Di artikel sejenis dah ada putu-putunya.

28 April 2010 pukul 09.39

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda