Yang membaca sungguh-sungguh, janganlah hanya dilihat. Dengarkan lalu resapkan petuah lalu ikuti (Sewaka Darma) Bila ingin tahu tentang telaga, bertanyalah kepada angsa. Bila ingin tahu tentang hutan, bertanyalah kepada gajah. Bila ingin tahu tentang laut, bertanyalah kepada ikan. Bila ingin tahu tentang bunga, bertanyalah kepada kumbang (Sanghyang Siksakanda ng Karesian). Bila ingin tahu tentang kehebatan KARUHUN kunjungi terus www.arkeologisunda.blogspot.com

06 Mei, 2013

Jalan-jalan 2


MENGUNJUNGI TEMPAT-TEMPAT BERSEJARAH DI MAJALENGKA


Setelah berkeliling di kota Majalengka, kini saatnya Mang Nanang mengunjungi beberapa tempat bersejarah di luar kota Majalengka


Situ Sangiang dan Makam Sunan Parung
Situ Sangiang terletak di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran berada di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), tepatnya pada posisi 06° 56’ 39,6” LS dan 108° 20’ 22,1” BT. Lokasi ini berada di sebelah tenggara kota Majalengka berjarak sekitar 27 km. Di objek Situ Sangiang selain terdapat situ (danau) juga terdapat makam yang dikeramatkan. Objek ini berada pada kawasan hutan wisata yang luasnya sekitar 107 ha plus 19,7 ha luas danau. Objek wisata Situ Sangiang dibuka sejak tahun 1998, dikelola oleh TNGC (Taman Nasional Gunung Ciremai) dan KOMPEPAR (kelompok penggerak pariwisata) Desa Sangiang.



Jalan menuju lokasi objek wisata bisa melalui gerbang yang terdapat di sebelah selatan atau melalui lapangan parkir yang berada di sebelah barat daya. Jalan menuju lokasi diperkeras dengan pavingblock yang lebarnya antara 2 – 3 m. Setelah melewati loket pembayaran, jalan lurus ke arah utara melalui gerbang. Setelah memasuki gerbang ke-2, di tengah jalan terdapat batu berdiri tinggi 37 cm lebar 20 cm. Selanjutnya melalui jalan sedikit berkelok sejauh sekitar 50 m terdapat percabangan jalan. Jalan ke kiri (barat) menuju ke makam keramat sedangkan yang lurus menuju Situ  Sangiang. Makam tersebut merupakan makam Sunan Parung. 



Jalan menuju makam Sunan Parung melewati gerbang kemudian sedikit menaiki jalan undakan yang pada sisi kanan dan kiri dilengkapi pagar/pegangan besi. Hingga di halaman atas akan melewati gerbang yang bentuknya seperti rumah kecil. Makam berada pada lahan di halaman yang lebih tinggi lagi, tepatnya berada pada posisi 06° 56’ 36,78” LS dan 108° 20’ 22,29” BT. Makam dilengkapi bangunan cungkup permanen dengan pintu masuk berada di sisi selatan, timur, dan utara. Pintu-pintu tersebut masing-masing diapit dua jendela. Bagian atas baik pintu maupun jendela berbentuk melengkung. Pada sudut bangunan dan pada kanan-kiri pintu masuk terdapat pilaster berbentuk persegi. Lantai cungkup dilapis ubin keramik berwarna putih.



Jirat makam berbentuk berundak tiga tingkat. Undakan paling bawah berukuran 180 x 60 cm semakin ke atas makin kecil. Undakan paling atas terbuat dari kayu. Pada keempat sudut jirat kayu terdapat hiasan semacam sayap mengembang. Nisan juga terbuat dari kayu berbentuk dasar pipih persegi, bagian puncak berbentuk akulade. Di sebelah selatan jirat terdapat bagian lantai yang dibiarkan terbuka. Para peziarah biasanya mengambil sedikit tanah di lantai yang dibiarkan terbuka tersebut untuk kepentingan bercocok tanam, dengan harapan agar berhasil. Di sebelah timur laut makam Sunan Parung terdapat Situ Sangiang. Di situ ini terdapat ikan mas dan lele yang menurut masyarakat setempat dipercaya sebagai penjelmaan prajurit Talaga Manggung.





Museum Talaga Manggung
Museum Talaga Manggung berada di Desa Talaga Wetan, Kecamatan Talaga. Museum berdiri berdiri tahun 1991 yang sebelumnya disebut sebagai bumi alit. Museum yang dikelola oleh Yayasan Talaga Manggung ini didirikan dalam upaya melestarikan dan menitikberatkan pada keamanan barang peninggalan sejarah dari Kerajaan Talagamanggung yang tinggal sedikit agar bisa dikelola dengan baik. Pada tahun 1993 dilakukan pemugaran. 


Lokasi museum berada di sisi sebelah timur jalan yang menghubungkan Talaga dengan Cikijing. Secara geografis berada pada posisi 06 59’ 06,25” LS dan 108 18’ 40,63” BT pada ketinggian 634 m dpl. Di depan museum terdapat halaman yang ditumbuhi beberapa tumbuhan langka. Bangunan menghadap ke arah barat. Di halaman depan museum sisi utara terdapat batu bulat panjang berdiameter sekitar 20 cm dan panjang 2,70 m. Batu diletakkan dalam posisi rebah. Pada sisi selatan terdapat lempengan batu persegi empat berukuran panjang sekitar 3 meter, lebar sekitar 40 cm, dan tebal sekitar 15 cm. Selain itu juga terdapat dua batu bulat. 



Di dalam bangunan museum, benda-benda arkeologis ditempatkan di dua ruangan yaitu ruangan sayap utara dan selatan. Di ruangan sayap utara merupakan tempat penyimpanan benda-benda yang kebanyakan dari bahan logam seperti gamelan perunggu, meriam perunggu dalam berbagai ukuran, tombak, dan rompi besi. Di ruangan ini juga tersimpan beberapa batu bulat. Pada ruangan sayap selatan tersimpan beberapa tombak, barang-barang porselin yang terdiri piring, mangkuk, sendok, buli-buli, botol, vas, teko, poci, dan tempayan; barang-barang logam yaitu sendok, uang kepeng, genta pendeta, piala zodiak, kendi, pecahan gamelan, keris, dan beberapa lempengan rompi besi; benda tanah liat bakar berupa kemuncak bangunan; serta beberapa peti kayu berukir.








Makam Pangeran Muhamad
Makam Pangeran Muhamad terletak di tengah persawahan di daerah perbukitan berjarak sekitar 3 km dari pusat kota Majalengka. Makam ini termasuk makam yang banyak dikunjungi para peziarah. Secara administratif terletak dikampung Cicurug, desa Cicurug kecamatan Majalengka. Lokasi ini relatif mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat dan roda dua melalui jalan beraspal yang sudah mencapainya. Secara geografis terletak pada dikoordinat 6051’08” LS dan 108013’52” BT.

Pada tahun sekitar 1480-an Sunan Gunung Jati mengutus pangeran Muhamad menyebarkan agama Islam di Majalengka. Kemampuan Pangeran Muhamad dalam hal ke-Islaman cukup mendalam, telah menjadikan penyebaran agama Islam semakin lancar. Pada awal tahun 1500-an Pangeran Muhamad memperistri Siti Armilah seorang putri pemuka agama Islam di Sindang Kasih. Siti Armilah membantu suaminya menyebarkan ajaran agama Islam. Perkawinan Pangeran Muhamad dengan Siti Armilah dikaruniai seorang putra bernama Pangeran Santri. Pangran Santri inilah yang kemudian  menikah dengan Ratu Pucuk Umun dari kerajaan Sumedang Larang. Pangeran Muhamad meninggal pada tahun 1546 dan dimakamkan di tempat ini. Versi lain kendatangan Pangeran Muhamad ke Majalengka adalah untuk mencari pohon maja yang akan dijadikan obat di Cirebon. 

Makam Pangeran Muhamad menempati areal seluas sekitar 4150 m2. Areal ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu  halaman parkir, halaman yang berisi makam-makam juru kunci, dan makam Pangeran Muhamad. Makam Pangeran Muhamad terletak di bagian paling belakang atau paling utara. Makam ditempatkan dalam satu cungkup permanen berukuran 5 x 6 m, berlantai keramik putih, beratap genting. Makam ditandai dengan adanya jirat dan dua nisan yang terletak di bagian utara dan selatan jirat. Jirat makam ini berupa bangunan berdenah segi empat berteras tiga. Jirat dibuat dari bahan permanen dengan permukaan dilapisi keramik. Nisan dibuat dari batu pipih dengan bentuk dasar segi empat dan pada bagian atas berbentuk undakan yang diakhiri bentuk rata pada bagian atasnya. Makam ditutupi dengan  kelambu berwarna putih yang disangga empat tiang besi.



Petilasan Prabu Siliwangi
Petilasan Prabu Siliwangi terletak di Kampung Pajajar, Desa Pajajar Kecamatan Rajagaluh. Secara geografis terletak pada posisi 6°49’38” LS dan 108°20’30” BT. Prabu Siliwangi dianggap sebagai Raja Pajajaran terbesar oleh masyarakat Sunda. Kerajaan tersebut berdiri pada masa klasik atau masa Hindu/Buddha. Masyarakat Rajagaluh percaya bahwa Prabu Siliwangi pernah berkunjung ke tempat ini . 

Petilasan Prabu Siliwangi relatif mudah dijangkau dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Jarak situs dari Kota Majalengka  sekitar 15 km. Sebelum mencapai situs, pengunjung melewati permukiman Kampung Pajajar. Situs yang tidak ubahnya seperti taman ini dilengkapi dengan areal parkir yang cukup memadai. Lingkungan situs yang masih terjaga keaslian dan keasriannya ini masih dipenuhi oleh pepohonan yang lebat. Fauna seperti monyet liar masih bisa dijumpai di lokasi ini. Di dalam areal seluas ekitar 5 ha ini terdapat 7 mata air dengan air yang sangat jernih. Tiap mata air mempunyai kegunaan yang berbeda. Untuk berbagai kepentingan, peziarah sering mendatangi lokasi ini. 

Selain ke tujuh mata air tersebut, terdapat tinggalan batu alam yang sering diziarahi. Batu tersebut berukuran cukup besar dan terletak di dalam cungkup. Di dalam cungkup tersebut terdapat juga ruang untuk beribadah. Di bagian lain terdapat menhir  yang terletak di dalam cungkup. Menhir tersebut selau ditutupi dengan kain putih. Di samping itu, terdapat selubung berwarna kuning yang disangga empat tiang pipa besi. Di depan menhir terdapat tempat membakar kemenyan. Menhir ini merupakan objek yang banyak dikunjungi, tertutama para peziarah. Selain itu, di lokasi ini terdapat kolam yang cukup besar dan berair jernih.




Petilasan ini tidak berdiri sendiri, di sebelah barat petilasan terdapat objek purbakala yang masih kurang mendapat perhatian. Di daerah yang termasuk wilayah Desa Indrakila terdapat bukit kecil yang ditumbuhi tanaman keras. Pada bagian ini terdapat beberapa batu alam yang berukuran cukup besar. Pada bagian puncaknya terdapat tegak batu tegak berukuran kecil. Tempat ini dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Hal dapat dimaklumi mengingat tokoh Prabu Siliwangi adalah Raja Pajajaran yang besar, dihormati dan sangat disegani oleh masyarakat di tatar Sunda (Jawa Barat). 

Giri Madani
Giri Madani secara administratif termasuk di wilayah Dusun Sabtu, Desa Kulur Kecamatan Majalengka. Kawasan ini merupakan hutan memanjang arah utara – selatan yang berada di sebelah tenggara desa. Secara geografis berada pada posisi 6°51’30,86” LS dan 108°15’35,65” BT. Di sebelah timur terdapat aliran sungai Cideres, sedangkan sebelah barat merupakan area persawahan. 

Pada bagian selatan merupakan kompleks makam umum. Pada makam tersebut terdapat dua makam yang dikeramatkan yaitu makam Eyang Tirta Napak Sancang dan Eyang Beureum. Kedua makam ini berada di dalam bangunan cungkup baru. Di sebelah utara kompleks makam, setelah melewati jalan berjenjang terdapat bukit kecil. Pada puncak bukit tersebut terdapat tiga batu besar tidak beraturan berjajar arah utara – selatan yang di sekitarnya terdapat beberapa batu lebih kecil. Batu besar bagian terpanjang sekitar 2,5 m sedang bagian terlebar sekitar 2 m tebal/tinggi sekitar 1,5 m. Di antara batu-batu terdapat nisan berbentuk pipih, pada bagian atas rata.




Menurut keterangan Achmad, juru kunci Giri Madani, di lokasi dahulu akan didirikan Keraton Cirebon. Karena tempatnya kurang memenuhi syarat maka tidak jadi. Masyarakat sampai sekarang masih mengkeramatkan lokasi ini. Masyarakat yang akan mengadakan hajatan melakukan upacara (haturan) ke makam Eyang Tirta yang juga disebut Syech Nurkotip. Sedangkan Eyang Beureum adalah kuwu pertama di desa itu yang bernama asli Raden Pacin.

Demikian jalan-jalan ke Majalengka, lain kali ke tempat lain
 



Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda