Yang membaca sungguh-sungguh, janganlah hanya dilihat. Dengarkan lalu resapkan petuah lalu ikuti (Sewaka Darma) Bila ingin tahu tentang telaga, bertanyalah kepada angsa. Bila ingin tahu tentang hutan, bertanyalah kepada gajah. Bila ingin tahu tentang laut, bertanyalah kepada ikan. Bila ingin tahu tentang bunga, bertanyalah kepada kumbang (Sanghyang Siksakanda ng Karesian). Bila ingin tahu tentang kehebatan KARUHUN kunjungi terus www.arkeologisunda.blogspot.com

29 Mei, 2012

Alat Transportasi


PEDATI KUNO DI DESA KRANGKENG INDRAMAYU


Di Desa Krangkeng Kecamatan Karangampel, Indramayu terdapat bagian-bagian pedati kuna. Pedati Kuno tersimpan pada suatu bangunan cungkup di belakang kantor desa. Berdasarkan legenda yang hidup di masyarakat, Pedati Kuno itu berkaitan dengan Dampu Awang, adalah nama lain dari Laksamana Cheng Ho atau Sam Po (Sam Poo atau San Po) dalam dialek Fujian atau San Bao dalam bahasa nasional Tiongkok (Mandarin). Cheng Ho adalah pelaut yang selama hampir 28 tahun (1405-1433) mengunjungi lebih dari 30 negara dan kawasan yang terletak di Asia.
Kondisi pedati sudah sangat rusak. Panjang pedati diukur dari rangka dasar utama, sekitar 3 m hingga 5 m. Tinggi bagian dasar dari permukaan tanah adalah sekitar  80 cm. Roda pedati berdiameter 2 m dengan jari-jari sebanyak 15 buah, berporos pada sumbu roda. Sumbu roda pada tiap roda berbentuk silinder, pada kedua ujungnya berbentuk tabung. Ujung sumbu bagian sisi luar atau tempat jari-jari berporos, lebih besar bila dibandingkan dengan ujung sumbu sisi bagian dalam yang dipasangkan dengan as roda. Sumbu roda diukir pola garis memanjang.
Bagian lain yang masih tersisa utuh adalah lengan kayu yang menghubungkan pedati dengan hewan penariknya beserta kayu berbentuk lengkung yang biasa diletakan di atas bahu hewan penariknya (kolongan). Berdasarkan sisa bagian kolongan dapat diperkirakan hewan penariknya adalah satu ekor sapi atau kerbau. Pedati kuno juga dilengkapi kursi tempat duduk berlengan. Bagian lengan dan kaki kursi dihias ukiran. Beberapa bagian lain yang tersisa diukir dengan ragam hias sulur-suluran. Ragam hias demikian dipergunakan pada seluruh bagian badan pedati. Papan yang mungkin merupakan bagian muka, belakang, atau samping terdapat hiasan sulur-suluran (Mang Nanang).